Friday, December 30, 2011

U A S

Tepatnya 3 minggu yang lalu, sekolah mengadakan pekan UAS (Ujian Akhir Semester). Selama seminggu itu gue nggak bersentuhan dengan laptop dan teman-temannya. Puasa nge-blog, puasa nge-tweet, puasa ramadhan #eh.

Seperti biasa, kalau UAS pasti mengerjakan soalnya dengan membuat kertas menjadi bercorak polkadot alias menghitamkan bulatan-bulatan. It’s so exhausting. Jari manis gue bengkak dan bengkok, malah harus diselimuti hansaplast biar nggak tambah bengkak. Wow!

Entah karena efek bodoh atau efek malas membaca soal, ada beberapa pelajaran―lebih tepatnya hampir semua pelajaran―gue nanya sama teman gue yang duduk di belakang. It’s my honest confession... eits! Jangan lihat gue sebelah mata gitu dong. Gue masih mikir kok. Pelajaran yang kayaknya gue nggak nyontek itu tuh : Matematika, Fisika, Kimia, English. Hebat kan? Hebat dong! Iya kan iya dong?!

Pelajaran vital yang paling paling buat gue angkat tangan adalah BIOLOGI. Ya Allah, kenapa harus ada biologi di dunia ini? Kenapa harus mikirin tumbuhan dan hewan, kalau mikirin diri sendiri ajah masih nggak becus? Kenapa juga harus peduli sama sel-sel yang nggak keliatan, kalau masih ada manusia―yang sudah jelas kasat mata―yang butuh kepedulian kita? #asek

Buat biologi lovers, peace ya! Lagi-lagi semua terpaut akan sudut pandang...

Pas UAS biologi, gue nggak baca itu soal. Tinggal menunggu waktu berjalan. Kalau sudah cukup lama, baru deh nengok ke belakang. Salah gue juga sih, malamnya gue nggak belajar tuh pelajaran. Malah milih pelajaran lain yang lebih menarik. Karena bingung mengisi waktu sambil menunggu jawaban teman kelar, akhirnya gue memutuskan untuk mencorat-coret lembar soal (bukan lembar jawaban lho!). JENG JENG JENG! Terciptalah hasil karya seni maha dahsyat  yang tidak kalah indahnya dengan lukisan Vincent van Gogh (okay, anda boleh muntah saat membacanya). And this is it!


 diedit sikit nih gambarnya. cuma diatur brightness dan levels. 
trus dikasih halftone pattern ama lighting effect :3. lebih mirip gambar anak TK ya?




Cerita ketika ujian biologi, beda banget banget saat ujian English. Bisa dikatakan, nasib gue makmur abis pas ulangan yang satu ini. Guess what! Gue punya lebih banyak waktu untuk merealisasikan bakat gue yang terpendam: corat-coret soal ulangan. Eits! Tunggu dulu. Dont think negatively about me first! Gue punya kesempatan buat corat-coret karena gue cepat mengerjakan soal english tersebut. I think it was easy. Yaa walaupun pada akhirnya gue Cuma bisa dapet score 72 buat mata pelajaran ini. HIKS! Gue yakin, pasti ini semua karena polkadot hitam yang annoy abis! Inilah hasil karya gue yang nggak kalah sama pelukis tersohor nusantara, Affandi. Huahuehuauhue.

kalo yang ini cuma diatur sharpen-nya doang :3



so, gue nggak boong dong kalo gue gambarnya di kertas soal beneran? kalo digambar biologi, di pojok kiri bawah ada keterangan soal. kalo di gambar english, di atasnya ada contoh soalnya. hahuhehuahe

Friday, December 9, 2011

If I Say: part 1

Seperti biasanya, hujan turun tanpa diduga. Aku masih termangu dengan badan sedikit basah karena menerobos hujan. Di dalam ruangan yang tak begitu luas, aku duduk ditemani suara mesin pendingin ruangan bersama beberapa teman saja karena yang lainnya belum datang. Mungkin hujan menyebabkan mereka akan telat mengikuti kursus fotografi hari ini. Begitu pun Sam. Ia―yang merupakan temanku satu-satunya yang berasal dari sekolah yang sama di kursus ini―tak kunjung datang.
           
Tiga menit sebelum bel, Sam datang dan duduk disampingku. Wajahnya selalu cerah begitu membuka pintu ruangan, begitu lah caranya menyapa teman-temannya. Ia memang orang yang ramah. Ku akui itu.
           
“Hai Mon.” sapanya untukku.
           
Aku balas tersenyum. Malas mengangkat mulut yang mulai menggigil. Aku benci pendingin ruangan itu. Sepertinya, teman-teman di sekeliling akan melihatku mati perlahan karena kedinginan.
           
Ditengah pembahasan mengenai penggunanaan diafragma dan speed yang tepat, Sam menyentuh lenganku dengan  sikutnya. Aku tahu, itu adalah aba-aba ia ingin bicara sesuatu.
             
“Apa?” aku menoleh.
             
“Lo kenapa, Mon?” jawabnya tanpa melihatku. Pandangannya tetap tertuju pada papan tulis.
             
“Hah? Apanya yang kenapa?”
             
“Daritadi lo diem ajah, bro.” Nadanya ramah. Dia menoleh padaku.
             
“Oh. Kedinginan gue Sam,” aku tertawa. “Tadi gue sempet kehujanan terus sekarang AC-nya mantap banget nih! Hehe.” Ujarku panjang lebar.
             
“Oh karena itu. Gue kira kenapa. Mau pakai jaket gue?” dia menunjukkan jaketnya yang sedang dipakainya.
             
“Hah? Eh?” aku menjawab seadanya. Kaget.

“Nih.” Sam mulai melepaskan jaket dari lengannya. Saat ia hendak melepaskan jaket itu dari lengannya yang lain, aku mencegah. 

Sebenarnya aku tidak benar-benar menolak pemberiannya. Siapa sih manusia di dunia ini yang menolak sesuatu yang sangat berguna bagi dirinya? Hanya saja, aku takut. Takut jikalau menerima pemberiannya, nanti makhluk diruangan ini akan meledek bahwa kami pacaran. Aku tidak suka diledek. Aku lemah saat berada diposisi itu. Hanya bisa tersenyum memperlihatkan deretan gigi. Aku bahkan tidak bisa tidak mengeluarkan ekspresi sekeras apapun usahaku. Tindakan itulah yang membuat orang punya persepsi yang salah. Entahlah, itu urusan mereka di dunia mereka.

Guru-guru ditempat kursus ini juga sering menggoda aku dan Sam. Karena aku satu-satunya orang yang tahu kenapa cowok itu tidak hadir. Padahal alasan yang sebenarnya mengapa aku tahu adalah karena kami satu sekolah. Kami sering bertemu. Namun menurutku, Sam tak mengindahkan mereka yang terus menggoda. Kalau Sam bisa tak mengacuhkannya, mengapa aku tidak? Ya ampun, ada apa denganku?!
             
“Eh! Nggak usah, Sam. Sumpah deh nggak usah,” aku melepaskan genggaman tanganku di pergelangan tangan cowok yang disampingku. “I will survive, kok.” Jawabku meyakinkan.
             
“Oh yaudah.” Jawabnya seadanya. Mungkin kecewa karena sikapku, mungkin juga tidak.
***

Tahun pertama di sekolah membuatku ingin sekali membenturkan kepala ini pada dinding kamar. Tugas yang menumpuk menjadi faktor utama kadar stressku meningkat. Bagaikan ultimatum, guru mengeluarkan kumpulan tugas dari mulutnya tanpa rasa bersalah.
             
Jarum panjang jam sudah kearah angka sebelas. Tepatnya, jam sebelas malam. Seharusnya, jam-jam seperti ini aku sudah terbaring nyaman di tempat tidur dan sedang menikmati indahnya euforia bunga tidur serta menganggumi cantiknya bunga-bunga di padang Kashmir. Untuk kali ini, aku relakan angan-angan itu. Aku relakan hanya untuk menyelesaikan makalah walau dengan setengah hati.           

Saat sedang mengetik, tiba-tiba kotak chatting terbuka. Ada seseorang mengirim pesan untukku. Aku baru sadar bahwa sejak tadi status kontakku dijejaring sosial itu adalah online. Di kotak pesan itu tertera nama Sam. Ya, aku tak salah baca. Akhir-akhir ini kami memang lebih sering chatting daripada mengirim pesan singkat. Hemat pulsa, katanya.
           
Samuel : mon, kok belum tidur jam segini?
Mona : iya nih sam. Lagi ngerjain tugas pak jo.
Yg makalah itu lhoooo.
Ga kelar2 nih hehe
Samuel : oh yang itu.
Diterusin besok aje kali mon.
Sekarang lu tidur ajah
Mona : nanggung ah sam. Besok mau gue kumpulin
Samuel : mending lu tidur. Nanti mata lu berair lho
Mona : ha? Kok berair?
Samuel : iya. Kan mata lu kecapean. Jadinya berair mon.
gamau kan? Tidur ya?
Mona : iya deh sam. Gue duluan ya tidurnya. Bye..

            Ada apa dengan Sam? Kenapa ia menjadi begitu perhatian denganku? Apa mungkin hal seperti itu merupakan hal yang biasa sebagai seorang teman? Atau aku saja yang terlalu menganggapnya berlebihan, benarkah?
***


to be continued 

Saturday, December 3, 2011

Pramoedya A. Noer

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
-Pramoedya Ananta Noer-

Oky Puspitosari

"Sejarah bukan sekedar hapalan maupun tulisan,
melainkan belajar mencari makna dibalik sebuah peristiwa."
-Oky Puspitosari, guru sejarah SMAN 3 DEPOK-




"Melalui tulisan bisa mengubah cara berpikir sesorang."
-Oky Puspitosari, guru sejarah SMAN 3 DEPOK-




"Kalau ditanya : berapa persentase jiwa nasionalisme saya? saya akan menjawab: 100%.
Karena, nasionalisme bukan sebuah tujuan, tapi nasionalisme adalah sebuah proses."
-Oky Puspitosari, guru sejarah SMAN 3 DEPOK-




"walaupun tinggal di negeri orang yang sedang dilanda hujan emas,
saya lebih baik tinggal di negeri sendiri."
-Oky Puspitosari, guru sejarah SMAN 3 DEPOK-




"Pemuda adalah agen perubahan!"
-Oky Puspitosari, guru sejarah SMAN 3 DEPOK-

Thursday, December 1, 2011

Theo Argio

"kalau lo nggak pacaran, itu berarti menyakitkan.
karena tujuan cewek dan cowok diciptakan tuh ya untuk bersama.
kalau nggak pacaran berarti lo cuma punya satu hati."

kutipan novel Touché


gue bener-bener serius dalam merekomendasi buku ini ke lo-lo yang hobi baca novel. entah mengapa, lo bakal ngerasain menjadi time traveler sesaat ketika baca Touché.
buku ini dimulai dengan cerita 2 murid SMA yang tak sengaja bertemu dengan sang pemilik arloji dari masa lalu! lalu mereka bertiga akan mengajak anda semua pergi ke dimensi waktu yang berbeda. 3 remaja itu menemui Archimedes, Charles Darwin, Samurai Musashi dll dengan menggunakan sebuah arlojij kuno.
penasaran? ayo buruan pinjam! tapi pinjam tidak lebih baik daripada membeli kok hehe.


seperti biasa, gue akan mengutip beberapa kalimat bagus. mungkin ini terlalu banyak. karena gue bener-bener suka ini novel. good job mbak Windhy!


“aku merasakan apa yang kau rasakan,”

“tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melawan dirimu sendiri,”

“jangan bilang kata kata yang baru saja keluar dari mulutmu memang berasal dari dirimu sendiri,”

“… permainan yang bagus bukan berasal dari skill. Permainan yang bagus berasal dari feel, dari perasaan. Music adalah tentang bagaimana kita menyapaikan perasaan kita kepada orang lain.”

“kita disebut berhasil memainkan music jika orang yang mendengar permainan music kita dapat merasakan apa yang kita rasakan,” katanya. “without touching us−tanpa menyentuh kita."

“wanita memang membingungkan,"

“hati-hati dengan apa yang kau inginkan,”

“man’s gotta do what a man’s gotta do.”

“manusia tidak bisa memilih takdirnya sendiri.”

“aku kalah,” kata lawannya sambil berusaha bediri. “kau memang lebih hebat dariku.”
“tidak,” jawab Indra. “kekuatan kita sama.”
Senior itu tersenyum sinis. “kau tidak perlu menghiburku, aku tidak membutuhkannya.”

“… apa yang diperbolehkan tidak selalu terhormat.”

Dani tertawa. “sepertinya aku jadi suka padamu.”
“terima kasih, tapi aku tidak.”
“belum,” ralat Dani.

“Apa pun yang kaulakukan,” mama tidak menoleh sedikit pun, “berhati-hatilah.”

“bingung dengan keputusan yang sudah diambil sendiri, kau pikir berapa umurmu?”

“jika kata-kataku salah, dia bisa membalasnya,”

“ceritanya panjang,” jawab dani
“kalau begitu persingkat,: kata pak Yunus sambil memanggil pelayan.
“kami bertemu preman,” jelas Dani.
“lalu?”
“bapak minta versi singkat, kan?” Balas Dani. “Itu versi singkatnya.”

you only have to look behind you, at who’s underlined you.

destroy everything you touch today, destroy  me this way,

“kalau kau lebih mengenalnya, kau akan tahu orang sebaik apa dia. Walau tampak dingin seperti itu, tapi sebenarnya dia adalah orang yang paling peduli pada sekelilingnya.”

Membaca pikiran lawan yang kalah adalah hal yang paling dihindarinya, karena dia tahu tidak pernah ada kata-kata bagus didalamnya.

“hentikan, kau membuat malu dirimu sendiri,” kata Indra dingin.
“jangan khawatir, kau tahu aku tidak peduli dengan pendapat orang lain,” jawab Dani sambil meringis.
“bukannya justru sebaliknya?” Indra mendesah. “karena kau peduli makanya kau suka melakukan hal-hal yang menarik perhatian orang lain?”

“dia marah karena ada orang yang menyakitimu,”

“kemampuan ini diberikan pada kita, aku yakin pasti ada alasannya.”

“.. what you see is what you get.”

“… karena buku tetap lebih valid daripada internet. …”

“diakui atau tidak, internet telah terbukti berperan besar dalam menyebarkan informasi yang keliru.”

“dia itu sangat melindungi orang-orang yang dia anggap penting dan menganggapnya penting,”

“pikiran adalah tempat paling pribadi seseorang. Tidak ada yang suka jika tempat pribadinya bisa dilihat orang lain.”

“dilindungi oleh orang yang justru lebih memerlukan perlindungan daripada aku. Aku ingin indra belajar untuk memikirkan dirinya sendiri.”

“orang-orang terdekatmu yang kauanggap penting, tidak menganggapmu sama pentingnya. Bahkan mereka menjauhimu karena takut padamu. Ketika akhirnya datang seseorang yang membalas perasaanmu, menganggapmu penting sebagaimana kau menganggapnya, apa yang kaulakukan?”
Riska mencoba berpikir
“aku akan melindunginya mati-matian,” katanya kemudian.
“karena…?” mama tersenyum.
Riska tertegun dan menatap mamanya.
“karena,” katanya. “jika tidak, aku takut tidak akan ada lagi yang tersisa.”

“benarkah tidak apa-apa mengajaknya?” Tanya Dani sambil memakai helm.
Indra mengangguk lalu menyalakan mesin motornya.
“karena kau pasti akan melindunginya, kan?” dani meringis.

“itu memang kemampuanmu,” kata Mama. “tapi yang ini, datangnya bukan dari tangan. Kemampuanmu ini datangnya dari hati.”

“berhati-hatilah”
Riska tersenyum. “jangan khawatir.”
“yah, setidaknya mama tahu ada orang yang akan melindungimu mati-matian,” jawab mama.

“dia tidak akan apa-apa karena kau akan melindunginya, kan?”

“kau ini mau bicara atau makan? Pilih salah satu,”

 “untuk menyelamatkan ayam yang disembunyikan oleh ular, kita harus masuk sarang ular,”

“kau mengakhawatirkan keselamatan kita?”
“tidak,” mata indra menatap lurus. “aku mengakhawatirkan keselamatan kalian.”

“penglihatanmu tajam juga, garcon.”
“begitu juga pendengaranmu,” balas indra.

“saat aku menyetujui kepergian bersama kami ke kota ini, dalam hati aku berjanji untuk melindungimu,” akunya.
“eh?” riska menatapanya.
“dan aku akan menepatinya.”

“tempat yang paling aman adalah tempat yang paling berbahaya,” jelas riska sambil mulai berjalan.

“penjahat yang pintar pasti menerapkan prisip membasuh muka dengan batu dan tidur beralaskan air.”

“don’t cry, I’m okay” kata Dani pelan. “I’m okay.”

“setiap barang yang dibuat manusia, pasti tidak ada yang sempurna,”

“apa kalian tahu, lie detector bisa diakali dengan menusukkan jarum ke jempol kita? Lie detector mendeteksi penyimpangan denyut nadi, dan rasa sakit akibat tertusuk jarum cukup ampuh untuk mengelabuinya.”

“… pihak pertama adalah pihak yang menginginkan kebenaran itu terungkap dan pihak kedua sebaliknya, tidak ingin kebenaran itu terungkap.”

“tapi bagaimana kita bisa mencari vila yang ‘benar’?” dani menyandarkan kepalanya ke kursi. “seperti mencari jarum ditumpukan jerami.”
“more than that,” sahut pak Yunus. “ini seperti mencari jarum yang ‘benar’ di antara tumpukan jarum. Karena jarum dan jerami memiliki bentuk berbeda.”

“… setiap kali mereka menyelesaikan suatu kasus, mereka selalu berpikir out of the box.”

“… sebagian besar manusia mencari setinggi pandangan matanya saja. Mereka jarang mencari diatas pandangan, karena ‘biasanya’ tidak begitu. Itulah yang dinamakan berpikir out of the box.”

“mungkin, hal yang kita pikir bisa dijadikan petunjuk berdasar pengalaman malah tidak bisa diandalkan sama sekali. Sebaliknya, hal tidak terpikirkan atau bahkan terlewatkan malah merupakan petunjuk yang berharga …”

“… pikiran adalah hal paling pribadi dari manusia bahkan cerminan hati … "

“saya percaya manusia itu hidup demi manusia yang lain. Kita jadi lebih kuat jika menyangkut orang yang penting bagi kita. Bapak juga percaya itu, kan? Itu sebabnya Bapak menyandera Riska, karena Bapak tahu saya akan melakukan apa pun untuknya.”
Indra menatap Riska lalu tersenyum. “terima kasih.”

“… what is food is to others bitter posion …”

“… dalam a study in scarlet, Sherlock holmes pernah bilang bahwa otak manusia seperti loteng kecil dengan banyak barang didalamnya. Jadi jika kita bilang kita lupa, sebenarnya tidak sepenuhnya lupa, hanya saja kenangan itu tertumpuk di bawah kenangan-kenangan lain, atau mungkin di dalam laci di loteng yang juga sudah tertimbun dengan barang-barang lain …”

“… mind reader adalah pedang, empathy adalah sarungnya. Dia yang berperan mengontrol kemampuan mind reader …”

“… track finder-lah yang bertugas mempertemukan empathy dan mind reader, sarung dan pedangnya

“… mestinya kau ingat, di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar baik.”
“dan sebaliknya tidak ada orang yang benar-benar jahat,"



“All is riddle and the key to a riddle is another riddle.”
Ralph Waldo Emerson


 
“Some of the best lessons are learned from past mistakes.
The error of the past is the wisdom of the future.”
Dale Turner