Sunday, October 7, 2012

bodoh dan kamu


Orang lain bilang aku bodoh. Awalnya aku tak peduli. Namun, waktu menyadarkanku. Dan aku benar-benar merasa paling bodoh ketika aku tetap meneruskan scene ini. Kau tahu hal tolol apa yang membuatku seperti ini? Kamu.

Kau adalah orang yang tak bisa kutelusuri pikirannya. Otakmu tak transparan seperti mereka. Dengan begitu pun aku tahu, kau akan melakukan  hal yang ‘spesial’ untukku.  Sayangnya, hal ‘spesial’ itu tak diharapkan.

Kau adalah manusia terbanyak dan tercepat untuk mengubah ekspresi di wajahmu. Terkadang itu lucu, semakin banyak alasan aku ingin dekatmu. Terkadang itu pahit. Tiap kali kita bertemu, tiap kali itu juga kau diam tanpa alasan. Suasana bernuansa cinta, mengapa kau tiba-tiba bergeming? Mungkinkah hanya aku yang terlena oleh cinta?

Kau adalah malaikat untuk semua orang dan aku tak suka itu. Aku benci ketika teman-temanku membicarakanmu tentang kelakuanmu yang menyenangkan. Kenapa mereka bisa merasakannya dan aku tidak? Kau selalu berkutat dengan otakmu ketika kita berdua dan lagi-lagi akulah yang harus mencairkan suasana. Aku berani sumpah, kita akan diam sampai akhir kalau aku menurut pada ego. Memang, matahari mampu mencairkan salju dikedua kutub. Akankah kau ingat? Aku bukanlah matahari. Aku bukanlah matahari yang terus berbaik hati berbagi kehangatan. Aku hanya matahari palsu yang berusaha membuat salju meleleh. Dan sekarang cahaya matahari palsu itu redup, energinya sekarat. Lelah untuk berpura-pura terang. Matahari itu ingin istirahat, namun ia tak mau membuat kutubnya menjadi salju abadi.

Banyak hal yang kupelajari saat bersamamu. Aku menjadi manusia yang bisa mengalah. Aku belajar darimu. Kau marah, aku mengalah. Kau lelah, aku mengalah. Aku marah? Kau akan lebih marah dan lagi-lagi aku mengalah. Cukup! Terlalu banyak praktek mengalah. Kau memberiku ujian? Itukah tes untuk menurunkan keegoisanku? Aku memang sudah bisa mengalah, kau berhasil. Kau juga berhasil membuatku lemah.

Kau sulit untuk meminta maaf tetapi mengapa begitu mudah mengajarkanku? Aku salah, aku pasti minta maaf. Kau salah, aku minta maaf. Kapan waktumu untuk memperbaiki sifatmu? Sekali lagi, aku lemah.

Jadi, itu adalah peraturan-tak-tertulis hubungan-tak-jelas kita?

Aku bertanya keadaanmu. Lalu kau menjawab dan kau tak bertanya tentangku. Aku diam. Aku sakit. Memintamu untuk mengantarku dan kau biarkanku menunggu. Aku diam. Kau bercerita ke teman perempuanmu panjang-lebar, sangat ekspresif. Dan kau hanya membutuhkan tak lebih tiga kata untuk menjawab aku. Dan aku masih diam.

Begitukah caramu memberi perhatian? Aku memang terlalu naif, tak seperti kamu yang handal dalam urusan cinta. Ironis sekali hidupku!

Kau tahu? Aku rindu saat kita berteman dulu. Saat kau selalu bersifat manis. Mendekat padaku kapanpun. Kau mengirimiku lebih dari satu pesan. Aku ingin kembali seperti dulu. Disaat kau berjuang merebut mahkota hatiku.

Aku ingin mengutarakannya. Semuanya. Namun, aku tahu apa yang akan terjadi sesudahnya. Kau pasti bilang, “kalau kau tak suka, mengapa tak kita akhiri?”. Lalu, apa yang harus kujawab?

Dari awal aku tahu akan seperti ini. Tak nyaman. Tetapi, aku bosan memperingatkan diri sendiri untuk tidak bersamamu. Dan sekarang aku harus terima resiko ini. Aku ingin pergi darimu. Ingin sekali. Namun, aku tak mau membuatmu pergi dan jauh dariku. Bisakah kau memberiku solusi?

No comments:

Post a Comment

what do you think?