Tuesday, March 6, 2012

something doesnt belong

Aku hanya bisa tertunduk menatapi kedua ujung stiletto peach pucat ini. Kamu tetap berusaha memanggil namaku walaupun tak ada respon seperti yang diharapkan. Aku masih ingat bagaimana kamu datang dikelilingi sahabat kamu. Sahabat kita. Tampilanmu sama seperti biasanya. Selalu menjadi magnet untuk mataku sehingga kemana pun mataku menyapu pandangan, pada akhirnya selalu berujung di wajahmu.

Dari sudut mata, kulihat kamu mendekat. Aku semakin yakin kamu berjalan kearahku setelah teman disisiku memberitahu. Aku meneruskan sandiwara melamun di pesta yang seharusnya membuat moodku membaik. Akhirnya, aku sudah melihat sepatu hitam berhadapan dengan stiletto-ku. Sangat serasi. Aku sudah menyiapkan skenario ini: dimana kamu berjalan kearahku dan mengajakku berbicara seperti biasa. Seperti tanpa ada sesuatu yang telah terjadi. Ini kah caramu bersikap dewasa menghadapi aku?

Mau tak mau aku harus menatapmu setelah kamu mengayunkan kelima jarimu didepan wajahku. Kamu sengaja membiarkan manik matamu bertemu punyaku. Membiarkan aku mengingat kembali hal bodoh dan kekanak-kanakan yang telah diperbuat.

“Hai, Na! Udah lama disini?” itulah katamu setelah apa yang telah terjadi. Setelah kadar kejujuranku meningkat hebat waktu itu. Menurutku, setelah aku memberitahumu apa yang kualami, penyakit salah tingkah ini berkurang. Namun, dugaanku salah. Walaupun aku sudah berterus terang padamu rasa cinta yang seharusnya tak ada di persahabatan ini, hasilnya pun nihil. Yang ada hanya perasaan malu yang semakin menjadi-jadi setelah pernyataan cintaku itu atau mungkin lebih tepatnya disebut ‘penembakan’.

“Hai, Lang. Hmm, lumayan lama lah.” Ucapku hati-hati diiringi senyum yang tak tahu untuk siapa. Gilang, sudah berapa hari kita tak berbincang? Aku hanya ingin kita seperti dulu.

“Na, keluar yuk!” Apa yang harus kulakukan? Mengikuti sesuai perintahmu atau tetap berdiri disini menjalani sandiwara melamun lagi? Kamu hanya memberiku waktu sekejap untuk melakukan monolog dipikiranku, selanjutnya kamu menggenggam tanganku. Cara yang sama dimana kamu menggenggam tanganku juga saat bermain dengan sahabat kita yang lain.

“Rena,” i love the way you called my name, Gilang. Aku tahu sekarang saatnya aku berbicara. Aku tahu kamu menuntut jawaban dariku setelah kamu bertanya, “Ada apa sama kamu? Kenapa kamu terlihat menghindar dari aku?”

Aku sudah siap menjawab semua pertanyaan. Tapi, seluruh kata-kata tercekat di tenggorokan. Tak mampu dikeluarkan. Mataku mulai lembab. Air mata sudah membendung di bagian bawah mataku. Teringat semua penderitaan yang aku jalani selama memiliki rasa cinta ini. Terus dan menerus salah tingkah dan bersikap tak kenal padamu. Disaat yang lain bercengkrama, hanya aku yang terus melamun bila sahabat-sahabat kita berkumpul.

“A... Aku...,” akhirnya air mataku jatuh tak tertahankan. “Aku merasa bersalah sama apa yang aku rasain, Lang. Aku nggak tahu kapan dan kenapa rasa suka aku ke kamu itu muncul. Aku juga nggak mengharapkan cinta ini ada. Aku kira kalau aku bilang ke kamu soal itu, perasaanku akan lega. Tapi, ternyata...” tangisku meledak. Malu. Sakit. Lelah. Semua perasaan berkombinasi hingga membuat hidupku gelap sempurna.

Kamu masih menatapku lekat. Sedikit memiringkan kepala agar wajahku
yang tertunduk terlihat. “Gilang, aku mau kita kaya dulu. Aku mau kita seperti dulu. Seperti sahabat lagi. Aku dan kamu.” Kamu pun mengangguk tanda mengerti. Tersirat seulas senyuman pengertian diwajahmu. Kamu tahu bagaimana cara mengatasi aku.

“Na, sebenarnya nggak ada yang salah dengan apa yang kamu lakuin. Kamu Cuma menyatakan cinta kamu. Itu baik kok, karena kamu udah jujur. Nggak munafik, kamu tahu? Yang kamu butuh itu hanya waktu.” Kamu berhasil meraih kepalaku dan mengarahkan ke dekapan tubuhmu. Sebuah pelukan yang hangat. Pelukan sebagai seorang kawan lama.

Kamu dan aku. Kita berdua saling mengerti dengan kondisi perasaan masing-masing. Kamu tahu, apa yang perlu kita lakukan bukanlah menjauh. Melainkan memberi kesempatan pada sang waktu untuk melenyapkan perasaan yang salah di hatiku. Dengan kenyataan kamu disini, aku yakin kita bisa berjuang melawan cinta yang hampir menodai persahabatan kita.

***

1 comment:

what do you think?